7+ Kerajaan Islam Di Indonesia

kerajaan islam pertama di indonesia

Balaibahasajateng.web.id, Kerajaan Islam di Indonesia – bisa dikatakan banyak, mulai dari yang kecil sampai kerajaan Islam yang besar. Hal ini juga yang mempengaruhi berkembang pesatnya agama Islam di Indonesia. Karena awal mula masuknya agama Islam dari daerah-daerah pesisir yang ada kerajaannya pada daerah tersebut.

Hingga sampai sekarang Indonesia bisa dikatakan sebagai negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari peranan pembawa ajaran agama Islam Pada masa lalu.

Pada artikel ini akan saya jelaskan tentang berbagai kerajaan bercorak Islam yang ada di Indonesia secara singkat untuk sobat. Yuk langsung saja kita masuk ke pembahasan utama.

1. Kerajaan Islam di Indonesia Samudra Pasai

Kerajaan Islam di Indonesia salah satunya Kerajaan Samudra Pasai. Kerajaan ini juga sering disebut dengan Kesultanan Pasai dan Samudra Darussalam. Letak kerajaan berada di pesisir utara pantai Sumatra, sekitar Lhoksuemawe dan Aceh Utara. Samudra Pasai berdiri sekitar tahun 1267 yang didirikan oleh Merah Silu yang mempunyai gelar Sultan Malik as-Saleh yang beragama Islam.

Masih belum banyak bukti arkeologi tentang kerajaan yang berada di pesisir Utara Pantai Sumatra, untuk dijadikan kejian sejarah. Tapi, beberapa Ahli Sejarawan mulai melakukan penelusuran  tentang keberadaan Kerajaan Samudra Pasai melalui Hikayat Raja-Raja Pasai.

1. Pemerintahan Kerajaan Samudra Pasai

Pemerintahan Kerajaan Samudra Pasai berpusat antara Krueng Jambo Aye (Sungai Jambu Air) dan Krueng Pase (Sungai Pasai), di Aceh Utara. Ibnu Batuthah berpendapat bahwa Kerajaan Pasai tidak memiliki benteng pertahanan dari batu, akan tetapi telah membentengi kotanya dengan kayu. Kawasan intinya berada di Masjid, pasar, dan dilalui oleh sungai tawar yang bermuara ke laut.

Sistem pemerintahan Kerajaan Samudra Pasai mempunyai beberapa istilah contohnya, Sultan (yang memegang kekuasaan tertinggi), Menteri (yang memegang jabatan publik signifikan kerajaan), Syahbandar ( panglima pangkalan atau kepala pelabuhan), dan Kadi atau Qadi (hakim yang memutuskan perkara berdasarkan agama Islam).

Pada Kerajaan Samudra Pasai juga memiliki kerajaan-kerajaan kecil yang berada dibawah kekuasaannya, para pemimpinnya juga bergelar sultan. Para keturunan dan beberapa petinggi kerajaan diberi gelar yang disebut Tun.

Pada saat pemerintahan Sultan Muhammad Malik az-Zahir, Kerajaan Perlak telah bergabung dengan Kerajaan Samudra Pasai. Ketika masa ini, Sultan Malik juga menempatkan salah satu anaknya (Sultan Manshur) di wilayah Samudra. Tapi, Pada saat itu kawasan Samudra  sudah menjadi satu dengan nama Samudra Pasai.

2. Sistem Perekonomian Kerajaan Saumudra Pasai

Samudra Pasai merupakan kota perdagangan yang mengandalkan lada sebagai komodoitif andalan. Menurut Ma Huan, 100 kathi lada dapat dijual dengan harga 1 Tail (merujuk pada mata uang tael Tiongkok). Kerajaan Samudra Pasai memiliki mata uang berbentuk koin emas yang disebut Deureuham (dirham) sebagai alat transaksi jual beli.

Pada masa pemerintahan Sultan al-Malik azh-Zhahir uang koin emas baru dekanalkan sebagai alat transaksi.

Bukan hanya dari perdagangan saja, masyarakat Samudra Pasai umumnya menanam padi di ladang yang dapat dipanen dua kali selama satu tahun. Hewan sapi perah juga ikut menjadi sumber perekonomian Kerajaan Samudra Pasai untuk menghasilkan susu dan diolah menjadi keju.

3. Nama-Nama Sultan Kerajaan Samudra Pasai

  • Sultan Malik as-Saleh (Meurah Silu) (1267-1297).
  • Sultan Al-Malik azh-Zahir I / Muhammad I (1297-1326).
  • Sultan Ahmad I (1326-1336).
  • Sultan Al-Malik azh-Zahir II (1336-1349).
  • Sultan Zainal Abidin (1349-1406).
  • Ratu Nahrasyiyah (1406-1428).
  • Sultan Zainal Abidin II (1428-1438).
  • Sultan Shalahuddin (1438-1462).
  • Sultan Ahmad II (1462-1464).
  • Sultan Abu Zaid Ahmad III (1464-1466).
  • Sultan Ahmad IV (1466-1466).
  • Sultan Mahmud (1466-1468).
  • Sultan Zainal Abidin III (1468-1474).
  • Sultan Muhammad Syah II (1474-1495).
  • Sultan Al-Kamil (1495-1495).
  • Sultan Adlullah (1495-1506).
  • Sultan Muhammad Syah III (1506-1507).
  • Sultan Abdullah (1507-1509).
  • Sultan Ahmad V (1509-1514).
  • Sultan Zainal Abidin IV (1514-1517).

4. Bukti Sejarah Kerajaan Samudra Pasai

  1. Dibuat sebagai rujukan para Sejarawan yang menandai bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 13.
  2. Pada penemuan makam Sultan Malik as-Saleh yang bertuliskan tahun 696 H/1267 M.
  3. Untuk nama pendiri kerajaan ini telah digunakan sebagai nama Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe.
  4. Pada hikayat raja-raja Pasai yang merupakan karya dalam bahasa melayu dan menceritakan kerajaan Islam pertama di Nusantara, Samudra Pasai.

Penting “Sultan Malik as-Saleh adalah pendiri kerajaan, Sultan Malik azh,Zhahir koin emas diperkenalkan, Sultan Ahmad I Penyerangan ke Kerajaan Karang Baru, Sultan Malik azh-Zhahir II dikunjungi Ibnu Batutah, Sultan Zainal Abidin diserang Majapahit, Ratu Nahrasyiyah masa kejayaan dan yang terakhir pada masa Sultan Ahmad V kerajaan jatuh ke tangan Portugis”.

Baca Juga: Sejarah Candi Borobudur

2. Kerajaan Islam di Indonesia Perlak

Kerajaan Perlak merupakan Kerajaan Islam di Indonesia. Istilah kata perlak berasal dari salah satu nama kota dagang yang sangat terkenal pada daerah itu. Perlak termasuk kerajaan pertama di indonesia berdasarkan pengukuhan seminar “Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh dan Nusantara”, pada tahun 1980, di Banda Aceh.

Menurut berbagai sumber, terdapat ejaan lain dari nama Kerajaan Perlak. Wikipedia Bahasa Indonesia menyebutkan Perlak dieja dengan Peureulak. Marco Polo mengatakan, bahwa pada tahun 1291, ia singgah di negeri Ferlec (Perlak) yang sudah memeluk agama Islam.

Perlak merupakan nama dari sebuah negeri yang berkuasa di sekitar Peurelak Aceh Timur pada tahun 840-1292. Dalam sebuah naskah (Idharatul Haq fi Mamlakatil Ferlah wal Fasi) yang menggunakan bahasa melayu karangan Abu Ishak Makarani Al Fasy menerangkan bahwa, Kerajaan Perlak berdiri pada 1 Muharram 225 H (840 M) yang dipimpin oleh seorang raja yang bernama Sultan Alaidin Saiyid Maulana Abdul Aziz Syah.

Terdapat tiga naskah yang menyebutkan bahwa Kerajaan Perlak adalah kerajaan Islam pertama di Indonesia yakni:

  1. Tazkirah Thabakat Jumu Sultan as Salathin, naskah yang dikarangan oleh Syeh Syamsul Bahri Abdullah.
  2. Idharatul Haq fi Mamlakatil Farlah wa Fasi, naskah yang dikarang oleh Abu Ishak Makarani Al Fasy
  3. Silsilah Raja-raja Perlak dan Pasai, naskah yang dikarangan oleh Saiyid Abdullah Ibn Saiyid Habib Saifuddin.

1. Perekonomian Kerajaan Perlak

Suatu negri tidak akan bisa bertahan jika tidak adanya sebuah perekonomian yang kuat. Perlak merupakan sebuah negri yang terkenal dengan daerah penghasil kayu (Kayu Perlak). Jenis kayu ini kabarnya sangat bagus untuk bahan pembuatan kapal, konon nama kerajaan perlak juga diambil dari sebuah pohon kayu yang bernama Kayei Peurelak.

Pohon tersebut konon mempunyai daya tahan sangat kuat, sehingga baik untuk bahan dasar pembuatan perahu.

Hasil dari kekayaan alam dan juga oposisi yang strategis membuat Kerajaan Perlak menjadi sebuah negri yang cepat berkembang. Pangkalan niaga yang tergolong maju dan banyak disinggahi oleh kapal-kapal dari Persia dan Arab, pada abab ke-8. Nah, hal ini juga yang dijadikan teori berkembangnya Islam di kawasan Indonesia.

2. Mata Uang Kerajaan Perlak

  • Jenis Kuningan.
  • Jenis Emas (dirham).
  • Perak (kupang).

3. Peninggalan Sejarah Kerajaan Perlak

  1. Dalam makam raja Benoa yang berada di tepi sungai Trenggulona bernisankan huruf Arab. Berdasarkan penelitian Dr. Hassan Ambari, nisan tersebut dibuat sekitar abad ke-4 H atau abad ke-11 M. Menurut Idharul Haq fi Mamlakatil Ferlah wal fasi, Benoa adalah negara bagian dari kerajaan Perlak.
  2. Sebuah stempel kerajaan yang bertuliskan huruf arab (Al Wasiq Billah Kerajaan Negeri Bendahara Snah 512). Negeri Bendahara juga masih termasuk bagian dari Kerajaan Perlak.

4. Nama-Nama Sultan Kerajaan Perlak

  1. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Azis Shah (840-864)
  2. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Rahim Shah (864-888)
  3. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah (888-913)
  4. Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah (915-918)
  5. Sultan Alaiddin  Malik Abdul Kadir Shah Johan Berdaulat (928-932)
  6. Sultan Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah Johan Berdaulat (932-956)
  7. Sultan Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat (956-983)
  8. Sultan Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986-1023)
  9. Sultan Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1023-1059)
  10. Sultan Alaiddin Malik Mansur Shah Johan Berdaulat (1059-1078)
  11. Sultan Alaiddin Malik Abdullah Shah Johan Berdaulat (1078-1109)
  12. Sultan Alaiddin Malik Ahmad Shah Johan Berdaulat (1109-1135)
  13. Sultan Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1135-1160)
  14. Sultan Alaiddin Malik Usman Shah Johan Berdaulat (1160-1173)
  15. Sultan Alaiddin Malik Muhammad Shah Johan Berdaulat (1173-1200)
  16. Sultan Alaiddin Abdul Jalil Shah Johan Berdaulat (1200-1230)
  17. Sultan Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat (1230-1267)
  18. Sultan Makdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (1267-1292)

3. Kerajaan Aceh Darussalam

Kerajaan Aceh Darussalam merupakan kerajaan Islam di Indonesia yang berdiri pada tahun 1496, yang didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah. Pada awalnya Kerajaan Aceh berdiri dari beberapa daerah Kerajaan Lamuri juga menyatukan berbagai wilayah kerajaan yang meliputi Daya, Pendir, Lidie, dan Nakur. Juga wilayah Pasai termasuk bagian dari kedaulatan Kerajaan Aceh Darussalam.

Kerajaan ini adalah kerajaan Islam yang pernah berdiri di Provinsi Aceh, terletak di utara Pulau Sumatra dengan ibu kota Bandar Aceh Darussalam. Sultan pertama pada kerajaan ini diangkat pada Ahad, 1 Jumadil Awal 913 H (8 September 1507). Kerajaan ini mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636).

1. Pemerintahan Kerajaan Aceh Darussalam

Pada masa sejarah panjangnya yaitu 1496-1903, kerajaan ini mengembangkan pemerintahan dengan sistem militer, sistematik, dan berkomitmen dalam menentang imperialisme bangsa Eropa. Juga mewujudkan pusat pengkajian ilmu pengetahuan, dan menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.

Nama Sultan merupakan nama pemimpin tertinggi. Lambang pada kekuasaan tertinggi yang dipegang oleh Sultan disimbolkan dengan dua cara yaitu, keris dan cap kesultanan. Jika tanpa adanya kedua simbol tersebut maka tidak ada pegawai yang patuh dengan hukum yang mempunyai kekuatan.

Pada awalnya kesultanan berada di wilayah Gampong Pande, Bandar Aceh Darussalam yang kemudian pindah di dalam Darud Dunia (sekarang di sekitar pendopo Gubenur Aceh). Sultan diangkat dan juga diturunkan oleh tiga Panglima Sagoe dan Teuku Qadi Malikul Adil (Mufti Agung Kerajaan).

Sultan baru akan sah jika sudah membayar Janime Aceh/Mas Kawin Aceh sebesar emas muri 32 kathi, uang tunai 1600 ringgit, beberapa puluh ekor kerbau, dan juga beberapa gunca padi.

2. Perekonomian Kerajaan Aceh Darussalam

Pada masa Kerajaan Aceh Darussalam masih kokoh berdiri, perekonomian mungkin dapat digambarkan dengan Janime Aceh (Mas Kawin Aceh) yang mempunyai arti perekonomian kerajaan Aceh adalah penghasil emas, sebagian masyarakatnya juga beternak., juga penghasil padi.

Pada saat sekarang, komoditas perekonomian Aceh yang diperdagangkan cukup banyak misalnya, minyak tanah dari Deli, belerang dari Pulau Weh dan Gunung Seulaweh, kapur barus dan kemenyan, emas di Pantai Barat, dan sutera di Banda Aceh.

3. Peninggalan Kerajaan Aceh Darussalam

Ada beberapa peninggalan sejarah yang dapat dijumpai pada saat ini, antara lain:

  • Pinto Knop yang dibangun pada masa Sultan Iskandar Muda.
  • Peninggalan Masjid Raya Baiturrahman yang dibangun Sultan Iskandar Muda (1612M), terletak di pusat kota Banda Aceh.
  • Meriam kesultanan Aceh
  • Tempat makam Sultan Iskandar Muda yang berada di Kel. Peuniti, Kec. Baiturrahman, Banda Aceh.
  • Peninggalan Koin emas Kerajaan Aceh.
  • Peninggalan Benteng Indra Patra
  • Peninggalan Taman Sari Gunongan yang dibangun pada masa Sultan Iskandar Muda.

4. Nama-Nama Sultan Kerajaan Aceh Darussalam

  1. Sultan Ali Mughayat Syah bin Sultan Syamsu Syah (1496-1528).
  2. Sultan ‘Adilullah bin Munawwar Syah (1528-1540).
  3. Sultan ‘Ali Ri’ayah Syah bin Munawwar Syah (1540).
  4. Sultan Salahuddin bin Ali Malik az Zahir (1530-1537).
  5. Sultan Alauddin bin Ali Malik az Zahir (1537-1568).
  6. Sultan Ali bin Alauddin Malik az Zahir (1568-1575).
  7. Sultan Muda (1575).
  8. Sultan Sri Alam (1575-1576).
  9. Sultan Zainal Abidin ibn Abdullah (1576-1577).
  10. Sultan Alauddin Mansur Syah ibn Ahmad (1577-1589).
  11. Sultan Ali ibn Munawar Syah (1589-1596).
  12. Sultan Alauddin Riayat Syah Sayyid al-Mukammil (1596-1604).
  13. Sultan Ali Riayat Syah (1604-1607).
  14. Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam (1607-1636).
  15. Sultan Iskandar Tsani Alauddin Mughayat Syah (1636-1641).
  16. Sri Ratu Safiatuddin Tajul Alam (1641-1675).
  17. Sri Ratu Naqiatuddin Nurul Alam (1675-1678).
  18. Sri Ratu Zaqiatuddin Inayat Syah (1678-1688).
  19. Sri Ratu Zainatuddin Kamalat Syah (1688-1699).
  20. Sultan Badrul Alam Syarif Hasyim Jamaluddin (1699-1702).
  21. Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui (1702-1703).
  22. Sultan Jamalul Alam Badrul Munir (1703-1726).
  23. .Sultan Jauharul Alam Aminuddin (1726).
  24. Sultan Syamsul Alam (1726-1727).
  25. Sultan Alauddin Ahmad Syah (1727-1735).
  26. Sultan Alauddin Johan Syah (1735-1760).
  27. Sultan Alauddin Mahmud Syah I (1760-1764).
  28. Sultan Badruddin Johan Syah (1764-1765).
  29. Sultan Alauddin Mahmud Syah I (1765-1773).
  30. Sultan Sulaiman Syah (1773).
  31. Sultan Alauddin Mahmud Syah I (1773-1781).
  32. Sultan Alauddin Muhammad Syah (1781-1795).
  33. Sultan Alauddin Jauhar al-Alam (1795-1823).
  34. Sultan Syarif Saif al-Alam (1815-1820).
  35. Sultan Alauddin Jauhar al-Alam (1795-1823).
  36. Sultan Muhammad Syah (1823-1838).
  37. Sultan Sulaiman Ali Iskandar Syah (1838-1857).
  38. Sultan Mansur Syah (1857-1870).
  39. Sultan Mahmud Syah (1870-1874).
  40. Sultan Muhammad Daud Syah (1874-1903).

4. Kerajaan Islam di Indonesia Demak

Kerajaan islam pertama di pulau jawa adalah Kerajaan Demak. Pada awalnya Bintoro merupakan salah satu wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit, kemudian Kerajaan Demak muncul menjadi kekuatan yang baru, yang mewarisi legitimasi Kerajaan Majapahit.

Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Patah sekitar pada tahun 1475 M, yang masih keturunan dari Kerajaan Majapahit. Tempat Kraton pada masa itu berada di kampung Bintara yang kemudian dikenal dengan Demak Bintoro. Seiring bejalannya waktu, pada masa sunan Prawoto (Raja ke-4), pusat kerajaan dipindahkan di Prawata (Prawoto), dan akhirnya Demak Bintoro berubah nama menjadi Demak Prawoto.

Kerajaan Demaklah menjadi pelopor penyebaran agama Islam di Pulau Jawa dan Indonesia pada umumnya. Tapi, kerajaan ini tidak berumur panjang dan segera mengalami masa kemunduran karena perebutan kekuasaan.

Kerajaan Demak mempunyai dua pelabuhan, yaitu:

  1. Pelabuhan Niaga yang berada di sekitar Bonang, Demak.
  2. Pelabuhan Militer yang berada di sekitar Teluk Wetan, Jepara.

1. Masa Keemasan Kerajaan Demak

Pada sekitar awal abad ke-16, Kerajaan Demak telah menjadi kerajaan yang kuat di Pulau Jawa. Tidak ada kerajaan lain satupun yang dapat menandingi usaha Kerajaan Demak dalam memperluas wilayah kekuasaan.

Pada saat pemerintahan Pati Unus, Demak merupakan sebuah Kerajaan yang berwawasan Nusantara. Visi Pati Unus adalah menjadikan Demak sebagai kerajaan maritim yang besar.

Pada saat Pemerintahan Sultan Trenggono, telah menyebarkan agama Islam, baik di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kerajaan Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran, serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana (1527), dan menaklukkan hampir seluruh Pasundan/Jawa Barat (1528-1540).

Kemudian wilayah-wilayah bekas kekuasaan Kerajaan Majapahit seperti, Tuban (1527), Madura (1528), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527-1529), Kediri (1529), Malang (1529-1545), dan Blambangan, Kerajaan Hindu terakhir di ujung timur Pulau Jawa (1529-1546).

2. Masa Kemunduran Kerajaan Demak

Pada masa Sultan Trenggono tidak selalu mulus, terjadi persaingan yang panas antara PangeranSurowiyoto (Pangeran Sekar) dan Trenggono, yang mengakibatkan terbunuhnya Pangeran Surowiyoto oleh Sunan Prawoto (Anak Sultan trenggono). Kejadian tersebut terjadi di daerah tepi sungai. Mulai saat itu Surowiyoto terkenal dengan sebutan Sekar Sedo Lepen (Sekar Gugur di Sungai).

Sekitar pada tahun 1546, Sultan Trenggono wafat dan tampuk pemerintahan digantikan oleh anaknya, Sunan Prawoto. Sunan Prawoto menjadi sultan ke-4 Demak. Namun, pada tahun 1549, Sunan Prawoto dan istrinya dibunuh oleh salah satu pengikut Arya Penangsang yaitu, putra dari Sekar.

Akhirnya Arya Penangsang menjadi raja Demak ke-5. Tetapi, sebelum menjadi raja, ternyata pengikut Arya Penangsang juga membunuh Pangeran Hadiri, Adipati Jepara. Kejadian ini mengakibatkan para adipati bawahan Demak memusuhi Arya Penangsang. Salah satunya adalah Adipati Pajang Raden Kang Mas Joko Tingkir (Hadiwijoyo).

Pada tahun 1554 terjadi Pemberontakan yang dilakukan oleh Adipati Pajang Joko Tingkir (Hadiwijoyo) untuk merebut kekuasaan dari Arya Penangsang. Dalam kejadian itu Arya Penangsang dibunuh oleh Sutawijaya, anak angkat Joko Tingkir. Alhasil dengan terbunuhnya Arya Penangsang sebagai Raja Demak ke 5, maka berakhirlah masa Kerajaan Demak. Lalu Joko Tingkir (Hadiwijoyo) memindahkan Pusat Pemerintahan ke Pajang dan mendirikan Kerajaan Pajang.

3. Nama-Nama Raja Kerajaan Demak

  1. Raden Fatah (1475-1518).
  2. Pati Unus (1518-1521).
  3. Trenggono (1521-1546).
  4. Sunan Prawata (1546-1547).
  5. Arya Penangsang (1547-1554).

5. Kerajaan Islam di Indonesia Pajang

Kerajaan Pajang merupakan kerajaan yang berpusat di daerah Jawa Tengah, yang menjadi kelanjutan dari Kerajaan Demak, Kerajaan ini juga termasuk kerajaan islam di Indonesia yang bisa dikatakan besar. Pada saat sekarang, kerajaan tersebut hanya tinggal tersisa batas-batas pondasinya saja, yang berada di perbatasan kelurahan Pajang, Kota Surakarta dan Desa Makamhaji, Sukoharjo.

Kerajaan Pajang didirikan oleh Hadiwijaya juga sering dikenal dengan Jaka Tingkir pada tahun 1568. Jaka Tingkir merupakan salah satu menantu dari Sultan Trenggono. Setelah beliau menikah dengan Putri Sultan Trenggono, Jaka Tingkirlah yang menjadi penguasa wilayah Pajang.

Jaka Tingkir berhasil mengalahkan Arya Penangsang sesudah Sultan Trenggono meninggal dan memindahkan Kerajaan Demak ke daerah Pajang.

Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir) meninggal pada tahun 1582 dan digantikan oleh putranya, yaitu Pangeran Benowo.

Pangeran Arya Pangiri dari Demak mencoba untuk merebut Kerajaan Pajang, tetapi mengalami kegagalan. Pangeran Bawono lalu menyerahkan tahtanya kepada saudara angkatnya, yaitu Sutowijoyo.

1. Perkembangan Kerajaan Pajang

Pada awal berdirinya Pajang, wilayah yang berkaitan dengan eksitensi Demak pada masa sebelumnya hanya meliputi sebagian Jawa Tengah. Hal ini dikarenakan wilayah-wilayah Jawa Timur banyak yang melepaskan diri setelah Sultan Trenggono wafat.

Pada Tahun 1568, Hadiwijaya (Jaka Tingkir) dipertemukan oleh Sunan Prapen dengan para Adipati Jawa Timur. Pada pertemuan tesebut menghasilkan kesepakatan bahwa, para Adipati mengakui kedaulatan Kerajaan Pajang atas negeri-negeri di Jawa Timur. Dalam proses perkembangannya, negeri yang cukup kuat yaitu, Madura juga berhasil ditundukan.

2. Runtuhnya Kerajaan Pajang

Pada saat Hadiwijaya wafat, tampuk pemerintahan digantikan oleh menantunya yaitu, Arya Pangiri. Namun, Arya Pangiri hanya disibukan dengan balas dendam terhadap Mataram.

Pada sekitar tahun 1586, Pangeran Benowo (masih menantu Hadiwijaya) dan Sutawijaya (sultan Mataram) bersekutu untuk menyerbu Kerajaan Pajang. Akhirnya, Arya Pangiri mengalami kekalahan. Pemerintahan Kerajaan Pajang lalu digantikan oleh Pangeran Bewono. Setelah wafatnya Pangeran Bewana, Kerajaan Pajang tidak ada pewarisnya dan hanya dijadikan bawahan Kerajaan Mataram

3. Nama Raja-Raja Kerajaan Pajang

  1. Hadiwijaya / Jaka Tingkir (1568-1583).
  2. Ngawantiputra / Arya Pangiri (1583-1586).
  3. Prabuwijaya / Pangeran Benawa (1586-1587).

6. Kerajaan Mataram Islam

Kerajaan Mataram Islam Merupakan kerajaan yang berdiri pada abad ke-17 di Pulau Jawa. Kerajaan Mataram Islam dipimpin oleh dinasti dari keturunan Ki Ageng Selo dan Ki Ageng Pemanahan yang mengaku bahwa dirinya masih termasuk keturunan Kerajaan Majapahit. Umumnya kerajaan yang memiliki nama Mataram ada dua, yaitu Kerajaan Mataram bercorak Islam dan  Kerajaan Mataram yang bercorak Hindu Budha. Kerajaan ini termasuk kerajaan Islam di Indonesia yang cukup besar.

1. Awal-Mula Kerajaan Mataram Islam

Pada saat masa kerajaan Pajang yang dipimpin oleh Pangeran Hadiwijaya, seseorang yang bernama Ki Ageng Pemanahan telah berhasil mengalahkan Arya Penangsang. Sebab jasanya tersebut, Ki Ageng Pemanahan diberi kedudukan sebuah kadipaten yang berpusat di Bumi Mentaok yang juga termasuk wilayah Pajang pada tahun 1558.

Pada sekitar tahun 1584, Ki Ageng Pemanahan membangun Istana di Pasar Gege atau Kotagede dan telah menjadi kerajaan Mataram. Pada saat Ki Ageng Pemanahan wafat, kemudian digantikan oleh Sutawijaya.

Setelah wafatnya Sutan Hadiwijaya (Raja Pajang pertama), pertempuran antara Mataram dan Pajang terjadi yang mengakibatkan kekalahan Kerajaan Pajang. Namun, pada saat itu Kerajaan Pajang masih belum berakhir karena ternyata Pajang kepemimpinan diserahkan kepada Pangeran Benowo.

Saat Pangeran Bewono wafat dan pajang tidak ada putra mahkota, akhirnya Panjang dijadikan  sebagai bawahan Mataram.

2. Runtuhnya Kerajaan Mataram Islam

Kerajaan Mataram Islam berada pada puncak keemasanya pada masa Mas Jolang yang memiliki nama asli Mas Rangsang memiliki gelar Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo atau lebih dikenal dengan sebutan Sultan Agung. Pada saat ini, lokasi keraton dipindah ke Karta yang terletak 5 km di sebelah barat daya Kota Gede.

Pada saat setelah wafatnya Mas Rangsang, pemerintahan digantikan oleh Amangkurat I. Namun saat pemerintahan Amangkurat I tidak Stabil karena terjadi banyak pemberontakan. Saat itu terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Trunajaya dan memaksa Amangkurat I bersekutu dengan VOC.

Penerus kepemimpinan digantikan Amangkurat II, ternyata ia patuh terhadap VOC. Alhasil Terjadilah banyak ketidakpuasan dan terus terjadi pemberontakan. Lalu penerus Amangkurat II berturut-turut adalah Amangkurat III (1703-1708), Pakubuwana I (1704-1719), Amangkurat IV (1719-1726), Pakubuwana II (1726-1749). Tetapi, pihak VOC tidak suka dengan Amangkurat III karena menentang kebijakan VOC, sehingga VOC mengangkat Pakubuwana I (Puger) sebagai raja. Oleh sebab ini, akhirnya Mataram memiliki dua raja dan ini menyebabkan perpecahan dalam lingkup internal.

Kegaduhan politik baru dapat diselesaikan pada masa pemerintahan Pakubuwana III setelah pembagian wilayah Mataram menjadi dua yaitu Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta tanggal 13 Februari 1755. Dengan adanya Kejadian ini, lalu mengakibatkan berakhirnya masa Kerajaan Mataram Islam sebagai kesatuan politik dan wilayah.

3. Nama Raja-Raja Kerajaan Mataram Islam

  1. Ki Ageng Pamanahan (1556-1584).
  2. Panembahan Senapati (1584-1601).
  3. Raden Mas Rangsang (1601-1646).
  4. Amangkurat I (1646-1676).
  5. Amangkurat II (1677-1703).

7. Kerajaan Islam Cirebon

Kerajaan Cirebon adalah sebuah kesultanan Islam ternama di Jawa Barat sekitar abad ke-15 dan 16 M, juga merupakan pangkalan penting dalam jalur perdagangan dan pelayaran antar pulau. Lokasinya berada di pantai utara Pulau Jawa yang merupakan perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Oleh sebab itu, membuatnya menjadi pelabuhan dan “jembatan” antara kebudayaan Jawa dan Sunda sehingga tercipta suatu kebudayaan yang khas, yaitu kebudayaan Cirebon yang tidak didominasi kebudayaan Jawa maupun kebudayaan Sunda.

Kerajaan ini berdiri pada tahun 1522, yang didirikan oleh Raden Fatahillah yang di kenal sebagai Sunan Gunung Jati. Kerajaan ini termasuk kerajaan Islam di Indonesia pada kawasan Jawa Barat.

Pada pemerintahan Raden Fatahillah, beliau berjasa dalam menyebarkan agama Islam di daerah Jawa Barat. Beliau di hormati oleh banyak raja-raja di Pulau Jawa karena beliau mempunyai kedudukan sebagai Wali Songo. Sama halnya  Raja Pajang dan Demak. Pada saat kepemimpinanya juga Kerajaan Cirebon ini memiliki banyak sekali wilayah kekuasaan.

Nama Sultan-Sultan Kerajaan Islam Cirebon

  1. Sultan Cirebon I Pangeran Walangsungsang (1430-1479).
  2. Syarif Hidayatullah / Sunan Gunung Jati (1479-1568).
  3. Fatahillah (1568-1570).
  4. Sultan Zainul Arifin / Panembahan Ratu I (1570-1649).
  5. Sultan Abdul Karim / Panembahan Girilaya (1649-1677).

Baca juga: Teori Masuknya Agama Hindu Budha Ke Indonesia

8. Kerajaan Islam di Indonesia Banten

Kerajaan Banten merupakan salah satu kerajaan Islam di Indonesia, tepatnya di kawasan Pasundan, Banten pada tahun 1526. Sultan pertama yang memimpin kerajaan ini adalah Sultan Maulana Hasanudin dan pemimpin terakhir dari Kasultanan Banten sebelum dipaksa bubar oleh kolonial Inggris adalah Sultan Maulana Muhammad Syafiudin.

Sultan yang paling terkenal di Kesultanan Banten adalah Sultan Agung Tirtayasa yang dimana masa kejayaan Kesultanan Banten berada pada masa kepemimpinannya.

Keruntuhan dan akhir dari Kesultanan Banten terjadi dari banyak faktor salah satunya adalah adanya perang saudara yang terjadi di kerajaan, dimana Sultan Haji anak dari Sultan Ageng Tirtayasa berusaha untuk mendapatkan kekuasaan dari tangan sang ayah.

Sebab dari kejadian tersebut akhirnya berimbas pada pembubaran Kesultanan Banten pada tahun 1813 oleh pemerintah Inggris yang sedang berkuasa di Indonesia.

Nama-Nama Sultan Kerajaan Banten

  1. Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570).
  2. Sultan Maulana Yusuf (1570-1585).
  3. Sultan Maulana Muhammad (1585-1596).
  4. Sultan Abdul Mafakhir Mahmud Abdulkadir (1596-1647).
  5. Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad (1647-1651).
  6. Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683).
  7. Sultan Abu Nashar Abdul Qahar (1683-1687).
  8. Sultan Abu al-Fadhl Muhammad Yahya (1687-1690).
  9. Sultan Abu al-Mahasin Muhammad Zainulabidin (1690-1733).
  10. Sultan Abdullah Muhammad Syifa Zainularifin (1733-1750).
  11. Sultan Syarifuddin Ratu Wakil2 (1750-1752).
  12. Sultan Abu al-Ma’ali Muhammad Wasi (1752-1753).
  13. Sultan Abu al-Nasr Muhammad Arif Zainulasyiqin (1753-1773).
  14. Sultan Aliyuddin I (1773-1799).
  15. Sultan Muhammad Muhyiddin Zainussalihin (1799-1801).
  16. Sultan Muhammad Ishaq Zainulmuttaqin (1801-1802).
  17. Sultan Wakil Pangeran Natawijaya (1802-1803).
  18. Sultan Aliyuddin II (1803-1808).
  19. Sultan Wakil Pangeran Suramenggala (1808-1809).
  20. Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin (1809-1813).

Mungkin hanya itu keterangan yang dapat saya bagikan semoga bisa membantu dan bisa menambah wawasan kalian. Sekian dan terimakasih.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *