Kerajaan Banjar: Sejarah, Letak, Silsilah, Masa Kejayaan, Keruntuhan dan Peninggalan

kerajaan banjar
sumber kebudayaan.kemdikbud.go.id

Balaibahasajateng, Kerajaan Banjar: Sejarah, Letak, Silsilah, Masa Kejayaan, Keruntuhan dan Peninggalan – Kesultanan Banjarmasin atau yang dikenal sebagai kerajaan banjar merupakan kerajaan bercorak islam yang berdiri sejak tahun 1520 namun pada tahun 11 juni 1860. kerajaan ini dihapuskan oleh Belanda.

Kerajaan banjar berada di Provinsi Kalimantan Selatan, yang pada 24 juli 2010 lalu dilantinya Sultan bernama Sultan Khairul Saleh menandai kebangkitan Kerajaan Banjar.

Sejarah Kerajaan Banjar

Awal mula kemunculan kerajaan Banjar di pengaruhi oleh Kerajaan Daha yang pada saat itu merupakan kerajaan yang berkuasa.

Maharaja Sukarama sebagai Raja Daha tidak mempercayakan tahtanya dikuasai anak-anak nya yakni Pangeran Mangkubumi, Pangeran Tumenggung sehingga ia pun kemudian berwasiat untuk mengangkat Cucunya Raden Samudera menjadi Raja.

Hal ini kemudian ditentang oleh anak-anaknya, terlebih Pangeran Tumenggung yang sangat berambisi menjadi Raja.

Setelah wafatnya Maharaja Sukarama, otomatis panggeran Mangkubumi sebagai anak pertama yang menduduki tahta kerajaan Daha.

Masa kepemimpinan Pangeran Mangkubumi tak berjalan lama.

Dalam sebuah konspirasi ia dibunuh oleh pengawalnya yang bersekongkol dengan Pangeran Tumenggung.

Setelah Pangeran Mangkubumi meninggal maka Pangeran Tumenggung pun kemudian naik tahta.

Peristiwa perebutan tahta ini berlangsung saat Pangeran Samudera baru berumur 7 tahun.

Demi keselamatannya, Pangeran Raden Samudera melarikan diri dengan memakai sampan sampai menuju ke muara sungai Barito.

Mengetahui hal ini, Raden Samudera yang merasa jiwanya terancam memutuskan untuk meninggalkan istana.

Ia kemudian menyamar sebagai nelayan di pelabuhan banjar dan tinggal di muara sungai barito. Kabar Raden Samudera kemudian terdengar oleh Patih Masih, penguasa Bandar.

Patih Masih kemudian mengajak Raden Samudera untuk tinggal bersamannya setelah itu Patih Masih mulai mengantur  siasat, agar tidak perlu lagi membayar upeti ke Pangeran Tumenggung sebagai Raja Daha.

Patih Masih yang mengetahui hal ini kemudian berupaya untuk mengembalikan hak Raden Samudera sehingga ia mengangkat raden samudera menjadi Raja.

Ketika itu Raden Samudera belum siap untuk memimpin sehingga Patih Masih turut andil mengatur stabilitas kerajaan.

Wilayah Kerajaan Banjar memang dekat dengan jalur laut membuat banyak pedagang asing singga di banjar, hal ini yang kemudian dimanfaatkan oleh Patih Masih untuk membangun relasi.

Patih Masih membangun relasi dengan Muballigh Islam yang datang dari wilayah jawa yakni Tuban dan Gresik.

Dengan begitu, Patih Masih dapat terhubung dengan orang jawa.

Disinilah Patih Masih mendengar tentang kisah Wali Songo yakni o9 orang yang menyebarkan agama islam (berdakwah)  yang kemudian mampu mengembangkan Kerajaan Demak sehingga  masyarakat yang adil dan makmur.

Mendengar hal itu membuat patih masih begitu kagum Seiring berjalannya waktu, Patih Masih  akhirnya memeluk Islam.

Seiring berjalannya waktu, Raden Samudera mulai dewasa dan berniat mengambil haknya sebagai pewaris sah kerajaan Daha.

Raden Samudera bersama Patih Masih kemudian menghimpun kekuatan dan memulai menyerang Pangeran Tumenggung.

Tetapi kekuatan Raden Samudera tidak seberapa, ia kalah jumlah maka peperangan pun berlangsung secara seimbang.

Disaat inilah Patih Masih kemudian mengusulkan untuk meminta bantuan Demak.

Sultan Demak bersedia membantu Pangeran Samudera dengan syarat seluruh kerajaan banjar harus  masuk Islam.

Lalu sultan Demak mengirimkan bantuan seribu orang tentaranya (sumber lain mengatakan berjumlah 40.000 tentara, dengan jumlah 1.000 kapal, masing-masing kapal memuat 400 prajurit).

Bantuan kekuatan dari kerajaan demak membuahkan  kemenangan di pihak Pangeran Samudera.

Sesuai kesepakatan, ia beserta seluruh kerabat keraton dan penduduk Banjar memeluk agama Islam.

Setelah masuk Islam, Raden Samudera kemudian mendapat gelar Sultan Suryanullah atau Suriansyah sekaligus menjadi Raja Banjar Pertama.

Letak Kerajaan Banjar

Menurut Hikayat Banjar luas wilayah kerajaan banjar meliputi daerah taklukan mulai dari wilayah paling barat adalah negeri Sambas (Kerajaan Sambas kuno) sedangkan wilayah taklukan paling timur adalah negeri Karasikan (Banjar Kulan/Buranun).

Bicara tentang batas wilayah Kesultanan Banjar memiliki wilayah inti meliputi 5 distrik besar di Kalimantan Selatan yaitu :

  1. Kuripan (wilayah Amuntai),
  2. Daha (wilayah Nagara-Margasari),
  3. Gagelang (wilayah Alabio),
  4. Pudak Sategal (wilayah Kalua)
  5. Pandan Arum (wilayah Tanjung).

Untuk batas wilayah kerajaan di ukur dari satu tanjung ke tanjung lainnya.

Teritorial kerajaan Banjar pada abad ke 15-17 dalam tiga wilayah meskipun terminologi ini tidak dipergunakan dalam sistem politik dan pemerintahan dalam kerajaan, yaitu:

  1. Negara Agung yakni wilayah sentral budaya Banjar meliput wilayah Banjar Kuala, Batang Banyu dan Pahuluan
  2. Mancanegara yakni daerah rantau: Kepangeranan Kotawaringin, Tanah Dusun, Tanah Laut, Pulau Laut, Tanah Bumbu, dan Paser
  3. Daerah Pesisir yakni daerah tepi/terluar: Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur/Utara

Silsilah Kerajaan Banjar

Tahun 1526 – 1545

Pangeran Samudra yang kemudian bergelar Sultan Suriansyah, Raja pertama yang memeluk Islam sebagai balas jasa atas bantuan Kerajaan Demak.

Tahun 1545 – 1570

Sultan Rahmatullah

Tahun 1570 – 1595

Sultan Hidayatullah

Tahun 1595 – 1620

Sultan Mustain Billah atau Marhum Penambahan (Pangeran Kecil).

Saat terjadi serangan Belanda pada tahun 1612 Sultan inilah yang memindahkan Keraton dari Kuin Ke Kayutangi, Martapura.

Tahun 1620 – 1637

Ratu Agung bin Marhum Penembahan yang bergelar Sultan Inayatullah

Tahun 1637 – 1642

Ratu Anum bergelar Sultan Saidullah

Tahun 1642 – 1660

Adipati Halid memegang jabatan sebagai Wali Sultan, karena anak Sultan Saidullah, Amirullah Bagus Kesuma belum dewasa

Tahun  1660 – 1663

Amirullah Bagus Kesuma menjabat selama 3 tahun sebelum direbut oleh Pangeran Adipati Anum (Pangeran Suriansyah) yang  kekuasaan ke Banjarmasin

Tahun 1663 – 1679

Pangeran Adipati Anum yang bergelar Sultan Agung setelah merebut kekuasaan memindahkan pusat pemerintahan Ke Banjarmasin

Tahun 1679 – 1700

Sultan Tahlilullah berkuasa

Tahun 1700 – 1734

Sultan Tahmidullah bergelar Sultan Kuning

Tahun 1734 – 1759

Pangeran Tamjid yakni putra dari Sultan Agung yang bergelar Sultan Tamjidillah

Tahun 1759 – 1761

Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah

Tahun 1761 – 1801

Pangeran Nata Dilaga yang bergelar Sultan Tahmidullah sebagai wali putera Sultan Muhammad Aliuddin yang belum dewasa tetapi memegang pemerintahan.

Tahun 1801 – 1825

Sultan Suleman Al Mutamidullah bin Sultan Tahmidullah

Tahun 1825 – 1857

Sultan Adam Al Wasik Billah bin Sultan Suleman

Tahun 1857 – 1859

Pangeran Tamjidillah

Tahun 1859 – 1862

Pangeran Antasari yang bergelar Panembahan Amir Oeddin Khalifatul Mu’mina

Tahun 1862 – 1905

Raja terakhir kerajaan banjar adalah Sultan Muhammad Seman.

Baca juga: Silsilah Kerajaan Banten

Struktur Pemerintahan Kerajaan Banjar

Kepemimpinan, struktur kekuasaan dan kekayaan menjadi saling berhubungan erat satu sama lain didalam Kerajaan Banjar.

Dengan bergelar Sultan Suriansyah, Raden Samudera menjadi raja pertama dari Kerajaan Banjar.

Setelah memimpin cukup lama, ia kemudian digantikan oleh Sultan Tahmidullah II yang berkuasa tahun 1761-1801 M.

Pada masa kepemimpinannya hukum islam mulai mewarnai gerak sistem pemerintahan.

Raden Samudera meminta bantuan Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari untuk mengenalkan dan membina masyarakat Banjar dalam mengamalkan ajaran Islam.

Syariat islam mulai mewarnai pemerintahan dan kehidupan masyarakat banjar.

kedatangan Syeikh Muhammad Arsyad Al Banjari dari Mekah ke  Martapura pada tahun 1772 M memberikan pengaruh yang sangat besar.

kedatangannya tak lain untuk berdakwah di banjar.

Kedalaman ilmu yang ia miliki membuatnya sangat disegani oleh Sultan.

Syeikh yang dekat dengan sultan kemudian menulis sebuah Kitab Sabilul Muhtadin.

kitab ini menceritakan Sultan Suriansyah yang dikenal  cerdik serta upayanya untuk pekerjaan agama dan pekerjaan dunia rakyatnya.

Kedekatan Syeikh dengan Sultan tidak sebatas itu, sultan yang sangat menghormati Syeikh kemudian berwasiat kepada keturunannya untuk menjaga dan menghormati syeikh beserta anak cucunya:

“ tidaklah selamat keturunanku yang durhaka kepada Syeikh Muhammad Arsyad serta anak cucu serta zuriatnya sebab Syeikh Muhammad Arsyad adalah seorang sahabatku dan dia pula seorang guruku”

Hubungan sultan dan syeikh ini kemudian diperkuat lagi dengan ikatan perkawinan.

Syeikh Muhammad Arsyad kemudian menikah dengan Ratu Aminah binti Pangeran Thoha bin Sultan Tahmidillah cucu Sultan Banjar.

Kedatangan Syeikh al-Banjari memberi pengaruh besar dalam sistem pemerintahan.

Pertama-tama ia memperbaiki bidang pengadilan.

Selanjutnya Syeikh al-Banjari membentuk lembaga pengadilan agama  yang berfungsi mengurusi masalah hukum waris, pembagian harta dan urusan Mu’amalat (jual-beli).

Lembaga ini disebut Mahkama Syari’ah.

Mahkama syariah beranggotakan ketua hakim tertinggi pengawas pengadilan umum (mufti) dan Qadhi bertugas mengurusi masalah hukum waris

Tingginya perhatian terhadap syariat islam membuat syariat islam dijadikan pondasi hukum wilayah kerajaan.

Segala urusan masyarakat diselesaikan dengan aturan agama di Mahkama Syari’ah dan disahkan oleh kerajaan.

Sebab sumber pokok dalam membuat undang-undang dan peraturan adalah Al-qur’an dan Hadist dan bermadzab Imam Syafii.

Jabatan Qadi (hakim) pertama dipegang oleh Muhammad As’ad yang tak lain adalah cucu Syeikh Muhammad Arsyad.

Muhammad As’ad sejak belia telah memiliki kepakaran ilmu yang tinggi, ia mengajar pada lembaga pesantren di dalam pagar Martapura untuk mendidik para da’i.

Banyak karya yang dihasilkannya sebagai penuntun bagi umat Islam.

Berikut ini beberapa karangan yang dituli oleh Muhammad As’ad :

1. Ushuluddin, kitab yang membahas dengan lengkap tentang Asmaul husna (sifat-sifat Tuhan).

2. Luqthatul ‘Ajlam, kitab yang  membahas masa haid  perempuan dan huungnannya dengan ibadah ( fiqih perempuan )

3. Kitab Faraidh, Kitab yang membahas dengan detail hukum warisan dan cara pembagiannya.

4. Kitabunnikah, Kitab yang membahas perwalian dalam akad-nikah.

5. Kitab Tuhfaturraghibien, berisi penjelasan para ulama tentang kebiasaan yang menyebabkan orang tergelincir kearah syirik dan murtad.

6. Qaulul Mukhtashar, kitab yang membahas  kedatangan Imam Mahdi dan tanda akhir zaman.

7. Kitab Kanzu Ma’rifah berisi pembahasan tasawuf.

8. Sabilul Muhtadin Lit-Tafaqquh Fi Amriedien yakni Kitab Fiqih dalam bahasa Melayu membahas masalah sulit dalam bahasa arab.

Lihat juga: Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai

Pada 1193 H ditulis kitab Sabilal Muhtadin atas perminataan Sultan Tahmidullah (Pangeran Nata Dilaga) bin Sultan Tamjidillah.

Kitab ini begitu terkenal sebab ia dicetak serentak dan sangat terkenal diseluruh Asia Tenggara.

Kitab itu kemudian disebarkan ke wilayah lain seperti seperti Laos, Filipina, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Indonesia, Brunai Darussalam, Kampuchea dan Vietnam.

Hal ini bisa dilakukan karena  daerah-daerah tersebut masih menggunakan bahasa melayu.

Pada masa pemerintahan Sultan Adam Al-Wasik Billah yakni 1825-1857 ia mendapat gelar sultan muda sejak 1782.

Dimasa inilah semakin ketal syariat islam menjadi agama negara.

Bahkan Sultan adam juga membuat peraturan yang bersumber dari syariat islam dan dikenal sebagai undang-undang sultan adam pada tahun 1835.

Hal ini yang mengakibatkan Kerajaan banjar disebut juga kerajaan islam dan masyarakatnya beragama islam.

Kerajaan Banjar menerapkan syariat islam sebagai hukum negara hal ini menepatkan Sultan memiliki otorita penuh dalam pelaksana hukum Islam (Syari’ah).

Hal ini membuat Sultan bertanggung jawab kepada syari’ah dalam melaksanakan hukum sedangkan rakyat bertanggung jawab kepada sultan sebagai bentuk ketaatan pada pemimpin.

Keberadaan militer dalam pemerintahan bisa dianggap sah  sepanjang ia menghormati kekuatan syari’ah (tidak ada pelanggaran hukum syara’) dan menghargai interes komunitas muslim secara mendasar.

Walapun bercorak islam, pergantian kepemimpinan di Kerajaan Banjar masih menuai konflik perebutan kekuasaan dimana perang saudara dan adu kekuatan militer masih terjadi.

Hal ini terjadi karena pergantian kepemimpian berdasarkan garis keturuan secara umum dalam kesultanan, Seorang sultan yang berkuasa berhak menunjuk keturunanya untuk menjadi pengantinya.

Sebagai contoh ketika Maharaja Sukarama memilih  Cucunya Raden Samudera untuk mewarisi tahta.

Masa Kejayaan Kerajaan Banjar

Perkembangan jaman memberikan dampak pada kehidupan masyarakat di kerajaan Banjar.

Kedatangan Belanda menimbulkan kekacauan sehinggakerugian besar harus ditanggung Kesultanan.

Belanda memonopoli perdagangan dan memecah belah kerajaan di Banjar.

Hal ini dimulai ketika terjadi pemindahan ibukota ke Kayuwangi oleh Sultan Mustain Billah  (1595-1620) menandai perubahan dan kemajuan ekonomi sehingga membawa Kerajaan Banjar menjadi Maju.

Belanda datang ke indonesia sejak 1606, melalui VOC belanda berupaya memonopoli lada namun upaya ini sellau digagalkan oleh sultan.

kemudian pada 1635 setelah dibuat perjanjian dagang antara Belanda dan Sultan Martapura  ditandatangani. Haln ini menyebabkan perlawanan pada Belanda Menurun.

Memasuki abad ke 17, kerajaan banjar mengalami masa kejayaan sebab komoditas utamanya yakni lada  mengangkat perekonomian di banjar.

Upati ini sangat membantu menambah kas negara.

sebelumnya kas negara berkurang untuk membayar upeti kepada kesultanan Demak sampai kemudian ketika Demak dipimpin Sultan Pajang terjadi perubahan dan Kesultanan Banjar tidak lagi mengirim upeti ke jawa.

Pada tahun 1615 dengan bantuan Madura (Arosbaya) dan Surabaya, Tuban berupaya untuk menaklukan Kesultanan Banjar.

Baca juga: Masa kejayaan Kerajaan Medang kamulan

Tetapi hal ini berhasil digagalkan Kesultanan banjar dengan perlawanan yang sengit.

Kesultanan banjar mengalami peningkatan di bidang militer dan ekonomi sehingga Sultan Banjar mulai mengadakan agresi tahun 1636 dan akhirnya berhasil menguasai Sambas, Lawai, Sukadana, Kotawaringin, Pembuang, Sampit, Mendawai, Kahayan Hilir dan Kahayan Hulu, Kutai, Pasir, Pulau Laut, Satui, Asam Asam, Kintap dan Swarangan sebagai vazal dari kerajaan Banjarmasin

Disisi lain, Sultan Agung dari Mataram (1613–1646) mulai mengadakan penaklukan yang bertujan memperluas wilayahnya dimulai dari menguasai pelabuhan-pelabuhan pantai uatara jawa seperti jepara dan gresik (1610), Tuban (1619), Madura (1924) dan Surabaya (1625).

Di tahun 1622 Mataram kembali berencana untuk memperluas wilayahnya ke sebelah selatan, barat daya dan tenggara pulau Kalimantan.

Sultan Agung menegaskan kekuasaannya atas Kerajaan Sukadana (1622), ia berhasil menguasai dan merebut wilayah tersebut.

Setelah mengetahui hal tersebut, Oleh sebab itu, sejak tahun 1631 Banjarmasin telah bersiap-siap menghadapi serangan Kesultanan Mataram.

Ketika akan mengadakan serangan ke wilayah banjar, Kesultanan Mataram mengalami kekurangan logistik.

Akibatnya rencana serangan dari Kesultanan Mataram dihentikan.

Agresi Sultan Agung sangat berpengaruh terhadap masyaraka dijawa akhibatnya setelah tahun 1637 masyarakat jawa banyak yang bermigrasi ke pulau kalimantan.

Masyarakat jawa membentuk perkumpulannya sendiri sehingga pelabuhan di pulau kalimantan menjadi pusat difusi kebudayaan jawa.

Setelah bersitegang cukup lama, pada 1637 Banjarmasin dan Mataram mengadakan pedamaian.

Pecahnya perang makasar pada tahun 1660-1669 membuat banyak pedagang pindah dari Somba Opu, pelabuhan kesultanan Gowa ke Banjarmasin.

Pada Tahun inilah kerajaan banjar mengalami masa kejayaan, ia telah berhasil menguasai  provinsi kalimantan selatan dan kalimantan tengah.

Suatu kali pada tahun 1636 terjadi perpecahan di daerah ini sehingga Kesultanan pasri mau tidak mau harus mengirimkan upeti pada Sultan Banjar.

Penakhlukan yang dilakukannya membuat Kesultanan Banjarmasin menjadi kerajaan terkuat di pulau Kalimantan.  Ketika berperang kesultan Banjar menggunakan alat perang bergaya Hindu.

Bidang Ekonomi

Dalam sistem sosial, masyarakat banjar terbagi menjadi 3 golongan yang berbentuk segi tiga piramid.

Lapisan paling bawah berisikan para petani, pedagang dan nelayan, lapisan ini adalah golongan terbesar dalam masyarakat.

Lapisan tengah diisi oleh cendikiawan dari para pemuka agama yang mengurusi masalah hukum keagamaan dalam kerajaan.

Sedangkan golongan paling atas berisikan para bangswan atau keluarga raja, inilah adalah golongan minoritas yang mendapatkan kemudahan hidup.

memasuki abad 16-17, perekonomian kerajaan banjar mengalami kemajuan yang pesat.

Ibukota Banjarmasih menjadi kota dagang yang memberikan kemakmuran pada kerajaan.hal ini didukung oleh wilayah kalimatan selatan yang sangat strategis sebagai lalu lintas perdagangan.

Tanaman lada menjadi komoditas ekspor terbesar dalam Kerajaan Banjar.

Pada abad ke 17 wilayah kerajaan dikenal sebagi pembuat pembuatan kapal dan peralatan senjata lainnya, seperti golok, kapak, cangkul dan lain-lain, sebab kemajuan dibidang industrinya.

Dibidang pertukangan juga meningkat hal ini

Bidang Politik

Pengaruh kerajaan demak pada pemerintahan banjar sangat kental.

Hal ini karena pendirian kerajaan banjar dibantu oleh kerajaan demak.

Dalam bidang politik, kekuasaan sultan tidak seabsolut raja-raja di jawa.

Kedudukan seorang raja ditentukan oleh  faktor kekayaan. sehingga pemerintahan bersifat aristokratis yakni dikuasai oleh para bangsawan dan kedudukan raja hanya simbol pemersatu belaka.

Silsilah kekuasaan dimulai dari sultan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi,ia mempunyai andil di bidang politik dan agama.

Setelahnya ada putera mahkota atau yang sering disebut Sultan Muta yang bertugas membantu sultan.

Dan terakhir ada lembaga Dewan Mahkota sebagai dewan penasehat yang berisikan para Bangsawan dan Mangkubumi.

Mangkubumi bertugas mengontrol jalannya roda pemerintahan.

Dalam sistem pemerintahan mangkubumi didampingi menteri panganan, menteri pangiwa dan menteri Bumi yang juga di bantu 40 anggota menteri sikap dan masing-masing  menteri sikap mempunyai bawahan sebanyak 100 orang.

Baca juga: Siapakah raja dari Kerajaan Kutai?

Wilayah keraton berisikan banyak pejabat diantaranya yakni :

  • Lima puluh orang Sarawisa di bawah pimpinan Sarabraja bertugas menjaga krato
  • Lima puluh orang Mandung dibawah Raksayuda bertugas menjaga istana bangsal
  • Empat puluh orang Menagarsari dibawah Sarayuda bertugas mengawal raja
  • Empat puluh orang Singabana atau Parawila dibawah Singataka dan Singapati bertugas sebagai polisi
  • Empat puluh orang Sarageni di bawah Saradipa bertugas menjaga alat senjata
  • Empat puluh orang Tuha Buru di bawah Puspawana bertugas mengawal raja bila sedang berburu
  • Lima puluh orang Pangadapan atau Pamarakan dibawah Rasawija melakukan ber aneka ragam tugas di istana.

Aspek Keagamaan

Kesultanan banjar memeluk Agama Islam dan agama islam merupakan agama resmi Kerajaan.

Hal ini yang kemudian  menempatkan kedudukan para ulama pada tempat yang terhormat dalam Kerajaan.

Walaupun bisa dibilang agama resmi kerajaan adalah islam, tetapi selama berabad-abad lamanya hukum-hukum Islam tidak menjadi sumber utama aturan.

Tidak adanya Ulama yang mumpuni dalam mendampingi Sultanlah yang menjadi sebabnya. 1636

Agama Islam adalah agama resmi kerajaan Banjar, karena sejak berdirinya, kerajaan Banjar menjadikan Islam sebagai agama resmi.

A Ghazali Usman dalam sebuah seminar menyatakan bahwa masyarakat Banjar itu
terbentuk bersamaan dengan berdirinya kerajaan Islam di Bandjarmasih (sekarang Banjarmasin) pada tahun 1526.

Kerajaan ini seperti diutarakan dalam Hikayat Banjar didirikan oleh Raden Samudra, pangeran mahkota yang terbuang dari kerajaan Hindu di Negaradaha dari pamannya sendiri, yaitu pangeran Tumanggung, setelah ia memperoleh bantuan pasukan sukarelawan dari kerajaan Islam Demak (Jawa).

Segera setelah itu ia memindahkan pusat pemerintahan ke Banjarmasin.

Raden Samudera sendiri kemudian memeluk agama Islam dan menjadikan agama ini sebagai agama kerajaan. Sejak itu ia bergelar Sultan Suriansyah.

Rakyatnya yang beragama Islam baik orang-orang Melayu, Jawa maupun Dayak (Ngaju, Maanyan, Lalawangan dan Bukit) merupakan unsur-unsur utama terbentuknya masyarakat Banjar.

Bidang Sosial dan Budaya

Dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat Banjar terbagi menjadi 3 kasta sosial yakni lapisan teratas berisikan keluarga raja dan kaum bangsawan.

Lapisan tengah diisi oleh para cendikiawan dan para pemuka agama yang bertugas mengurusi masalah hukum kegamaan dalam kerajaan.

sementara golongan terakhir adalah kelas bawah  berisikan golongan petani, nelayan dan peagang.

Bila dilihat, masyarakat Banjar terdiri dari kelompok Banjar Muara (Suku Ngaju), Kelompok Banjar Batang Banyu (Suku Maanyan), dan Kelompok Banjar Hulu (Suku Bukit).

Kebudayaan Banjar mengalami pergeseran dan perubahan sebab pengaruh corak zaman dan hasil adabtasi budaya.

Keruntuhan Kerajaan Banjar

Kerajaan Banjar mengalami kejayaan yang cukup lama hingga pada akhirnya datang kolonial Hindia Belanda yang ikut campur dalam Urusan adat kerajaan.

Padahal sebelumnya Kolonial belanda datang untuk mencari sumber lada tapi sebab adanya bantuan-bantuan dari kolonial belanda dalam agresi yang dilakukan oleh Sultan Banjar ntuk memperluas kekuasaanya.

Para Kolonial Belanda akhirnya diterima di kerajan dengan baik sampai  kemudian para anggota kolonial ini mulai ikut campur dalam urusan kerajaan.

Hubungan antara sultan dan belanda akhirnya memanas dan pecahlah pertempuran untuk mempertahankan kekuasaan di wilayah Kalimantan Selatan.

Pertempurang itu kemudian disebut sebagai Perang banjar yang terdiri dari dua tahab yakni Pertarunagn tahan pertama (1859-1863) dan pertarungan tahab kedua (1863-1905).

Perang ini berlangsung hampir mencapai setengah abad.

Baca juga: Siapakah raja yang terkenal dari Kerajaan Tarumanegara?

Namun setelah bertarung dengan sengit, kerajaan banjar mengalami kekalahan.

Sedangkan pada tahun 1905, kekurangan logistik dan semakin lemahnya pasukan membuat perlawanan rakyat terhenti, disinilah terjadi era keruntuhan kerajaan banjar yang yang telah berdiri sejak tahun 1520.

Peninggalan Kerajaan Banjar

Candi Agung Amuntai

Candi Agung Amuntai / sumber kebudayaan.kemdikbud.go.id

Candi Agung Amuntai dibangun oleh Empu Jatmika abad ke XIV Masehi.

Masjid ini adalah salah satu peninggalan kerajaan Dipa.

Bermaterialkan batu dan kayu, candi ini tetap berdiri kokoh walaupun telah berusia 740 tahun. Penemuan candi ini terjadi ketika tahun 1967 terjadi pengalian sejarah di kota Amuntai.

Pengalian dilakukan di Gunung candi (bukit candi) dengan bagian paling bawah lokasi disebut Candi Agung yang menurut masyarakat dibangun oleh Mpu Jatmika.

Memiliki luas wilayah yang tak terlau besar yakni 40 m x 50 m tetap membuat masjid terlihat megah.

Saat ini, candi Agung Amutai dijadikan sebagai musium dan obyek wisata.

Komplek yang memiliki luas kurang lenih 1 hektar ini terdiri dari museum telaga darah, pemandian putri, pertapaan dan tak lupa juga Candi Agung.

Masjid Sultan Suriansyah

Masjid Sultan Suriansyah
Masjid Sultan Suriansyah / sumber kebudayaan.kemdikbud.go.id

Masjid Sultan Suriansyah adalah sebuah masjid yang dibangun di masa pemerintahan Sultan Suriansyah (1526-1550), sultan pertama dan pemimpin bergama islam pertama yang membangun masjid di masa kepemimpinannya.

Masjid ini merupakan salah satu masjid tertua di kalimantan.

Berlokasikan di Kelurahan Kuin Utara, Banjarmasin Utara membuat masjid ini memiliki wilayah yang strategis.

Baca juga: Letak kerajaan Sriwijaya di mana?

Lokasi ini masuk wilayah banjar lama yang juga merupakan situs ibukota Kesultanan Banjar yang pertama

Bangunan yang bergaya khas tradisional Banjar masih mendominasi arsitektur bangunan.

Terdapat keunikan dimana setiap bagian mihrab memiliki atap sendiri yang terpisah dengan bangunan inti. Bangunan ini teletak di tepi sungai kuin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *